Tim peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang diketuai oleh Dr. Indra Fajarwati Ibnu, S.KM., M.A berhasil mendapatkan pendanaan hibah internal LPPM Unhas dengan skim PFK Tahun 2024. Penelitian yang berjudul “Analisis Faktor Protektif dan Risiko yang Berhubungan dengan Kesehatan Mental Pasien TB Komorbid di Kota Makassar” juga melibatkan 4 dosen lainnya yakni Prof. Dr. dr. Muhammad Syafar, MS, Dr. Shanti Riskiyani, SKM., M.Kes, Rizky Chaeraty Syam, SKM., M.Kes, dan Nasrah, S.KM., M.Kes beserta 3 mahasiswa FKM Unhas. Riset ini berfokus pada pasien TB komorbid khususnya TB dengan DM dan TB dengan HIV. Penelitian yang dimulai sejak januari 2024 ini telah sukses mengadakan Focus Group Discussion sebanyak 2 kali yakni FGD dengan petugas kesehatan program TB di Kota Makassar dan FGD dengan pasien atau mantan pasien TB Komorbid di Kota Makassar.
FGD pertama dilakukan pada hari Rabu, 28 Februari 2024 yang berlokasi di Plazgozz Café (Jl. Yusuf Daeng Ngawing No.7, Tidung, Kec. Rappocini, Kota Makassar. FGD ini merupakan FGD yang dilakukan bersama dengan petugas kesehatan program TB Komorbid di Kota Makassar. Adapun jumlah petugas kesehatan yang hadir pada FGD tersebut sebanyak 12 orang masing-masing merupakan perwakilan dari beberapa puskesmas maupun rumah sakit di Kota Makassar. Diantaranya, Puskesmas Jongaya, Puskesmas Kassi-Kassi. Puskesmas Jumpangdang Baru, Puskesmas Andalas, Puskesmas Makkasau, Puskesmas Antang, BBKPM, Rumah Sakit Daya, Rumah Sakit Labuang Baji, serta Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo.
Dr. Indra Fajarwati sebagai ketua penelitian menyampaikan pada awal sambutan bahwa “adanya FGD ini bisa menjadi sarana bagi kita untuk membahas dan berdiskusi terkait sebenarnya hal apa dari versi bapak ibu selaku petugas kesehatan yang selalu berhadapan dengan pasien TB khususnya TB komorbid. Dari FGD ini kami berharap bapak ibu bisa sharing berbagai hal baik itu terkait pengobatan dan layanan yang diberikan kepada pasien maupun kondisi psikologis pasien TB Komorbid agar bisa membantu tercapainya tujuan dari penelitian ini”. FGD ini membahas banyak hal mulai dari seperti apa respon atau penerimaan pasien TB pada saat mengetahui bahwa dirinya terkena TB ada yang responnya pasrah ada juga yang sedih bahkan petugas kesehatan perwakilan puskesmas Andalas menyebutkan bahwa “rata-rata pasien di Andalas masuk ke fase penerimaan itu mereka sangat sulit”.
Para petugas kesehatan juga memaparkan upaya atau pendekatan yang mereka lakukan pada saat menangani pasien. Beberapa menjelaskan melakukan pendekatan dengan cara berkunjung ke rumah pasien yang didampingi oleh kader dan dilakukan berdua saja tidak ramai karena pasti pasien malu. Salah satu petugas kesehatan mengatakan “saya jadikan pasien sebagai teman, saya membuat pasien tidak takut menemui saya, jadi saya chat seperti teman dan lain sebagainya sehingga dengan membuat mereka nyaman mereka terbuka dan nyaman cerita dengan petugas kesehatan”, ujar perwakilan petugas kesehatan dari RSUD Daya.
Tim peneliti juga mengadakan FGD dengan pasien/mantan pasien TB Kota Makassar pada keesokan harinya yakni Kamis, 29 Februari 2024 yang berlokasi di tempat yang sama dengan FGD yang pertama dan berlangsung dari pukul 14.00-16.40 WITA. FGD ini dihadiri oleh 10 orang yang khususnya mengidap TB dengan HIV. Para peserta FGD yang hadir menceritakan awal mula mereka terkena TB dan HIV ada yang tertular melalui suaminya karena suaminya adalah mantan penasun. Ada juga yang terkena karena memang berasal dari perilakunya sendiri mulai dari gaya hidup yang tidak sehat seperti minum-minuman beralkohol bahkan sampai overdosis sampai adanya perilaku LSL.
FGD ini juga membahas terkait reaksi lingkungan sekitar saat mengetahui tentang TB dan HIV. Salah satu peserta FGD menyebutkan bahwa “bagi orang awam, menganggap bahwa ketika orang terkena HIV bersalaman saja itu sudah tertular. Jadi, respon sekeliling saya saat tahu bahwa saya terkena HIV lebih negatif dibandingkan pada saat saya terkena TB”. Namun, dari segi dukungan keluarga sebagian besar pasien/mantan pasien ini menyatakan bahwa mereka memperoleh dukungan yang baik dari keluarganya. Hanya ada satu pasien yang juga sedang menjalani pengobatan untuk depresi karena memperoleh respon negatif dari orang tua dan tantenya sehingga ia menceritakan sempat ada rasa ingin membunuh orang akibat dari depresi yang sedang dialaminya.
Para pasien juga berbagi cerita mengenai perjuangan yang mereka alami saat menghadapi efek samping dalam mengonsumsi obat. Diantaranya ada yang pada saat satu minggu menjalani pengobatan ARV kondisinya menurun dan mengalami rambut rontok, ada juga mengalami penurunan berat badan dari 70 kg menjadi 40 kg. Saat minum obat TB, mereka tidak terlalu banyak merasakan efek samping tetapi ketika pengobatan ARV sudah mulai masuk, fungsi hati dan ginjal saya mulai mengalami peningkatan akibat terlalu banyak obat yang diminum. Karena perjuangan yang mereka lakukan saat mengonsumsi obat sangat berat, maka dari pengalaman tersebut banyak dari mereka yang mengalami perubahan perilaku misalnya saja perilaku yang awalnya pecandu alkohol bahkan pernah minum alkohol setiap hari sampai benar-benar overdosis. Setelah sakit, mulai mengurangi minum alkohol misalnya hanya sebulan sekali.
Sampai pada akhir pembahasan, pasien/mantan pasien mengungkapkan terkait dengan kualitas hidup mereka. Mereka mengatakan bahwa mereka merasa seperti orang normal pada umumnya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sudah berada dalam fase penerimaan terhadap penyakit yang mereka alami. Perbedaannya hanya terletak bahwa tidak bisa dipungkiri mereka harus patuh dalam mengonsumsi obat.