Home / Uncategorized

Sabtu, 8 Februari 2025 - 13:18 WIB

Mahasiswa EBL Ilmu Gizi Unhas Temukan Ketimpangan Frekuensi Pengangkutan Sampah di RW 5 Bira dan Inisiatif Warga dalam Mengatasi Pengelolaan Limbah

Program Studi S1 Ilmu Gizi Universitas Hasanuddin Angkatan 2023, telah sukses melaksanakan kegiatan Evidence Based Learning Tahap 1 yang berlangsung selama 2 minggu sejak 27 Januari hingga 8 Februari 2025. Evidence Based Learning merupakan metode pembelajaran berbasis bukti yang mengintegrasikan teori dengan praktik di lapangan guna mengasah keterampilan analisis dan pemecahan masalah mahasiswa dalam konteks nyata.

Melalui kegiatan ini, tim yang terlibat melakukan observasi langsung, wawancara dengan warga, serta pemetaan kondisi dan wilayah di RW 5, Kelurahan Bira. Kegiatan ini berguna untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat setempat. Salah satu temuan yang menjadi perhatian utama adalah adanya ketimpangan dalam sistem frekuensi pengangkutan sampah di masyarakat. Rumah-rumah yang terletak di bagian belakang pemukiman, terutama di lorong-lorong kecil yang sulit dijangkau kendaraan pengangkut sampah, kerap tidak terlayani. Akibatnya, warga yang tidak mendapatkan layanan pengangkutan terpaksa mencari solusi sendiri.

Masalah ketimpangan dalam pengangkutan sampah ini telah berlangsung sejak lama. Permasalahan ini muncul sebagai akibat dari akses jalan yang sempit sehingga membuat kendaraan pengangkut sampah tidak dapat menjangkau rumah-rumah yang berada di lorong-lorong kecil. Akibatnya, warga di bagian dalam pemukiman tidak mendapatkan layanan pengangkutan secara rutin sehingga kesulitan membuang sampah dengan cara yang seharusnya.  Hasil observasi dan wawancara dengan warga setempat mengungkapkan bahwa frekuensi pengangkutan sampah di RW 5 Bira sangat tidak merata. Beberapa area mendapatkan layanan lebih sering, sementara di beberapa lokasi, petugas tidak pernah masuk sama sekali. Hal ini menyebabkan warga membuang sampah sembarangan atau membakarnya di halaman rumah, yang telah berlangsung bertahun-tahun tanpa ada solusi konkret.

Alasan warga memilih mengolah sendiri sampah mereka bervariasi. Ada yang merasa sudah lebih nyaman mengolah sampahnya sendiri agar tidak bergantung pada layanan yang tidak konsisten. Ada pula yang enggan membawa sampah mereka ke jalan utama atau lapangan karena jaraknya yang terlalu jauh dan merepotkan. Di sisi lain, sebagian warga terpaksa membuang sampah sembarangan atau membakarnya karena tidak ada opsi lain yang lebih baik. Selain itu, beberapa warga juga mengaku keberatan membayar iuran sampah sebesar Rp25.000 per bulan, sehingga memilih membuang atau mengolah sampah secara mandiri.

Baca Juga  Pengabdian Masyarakat Dalam Rangka Dies FKM UNHAS Dukung SDG 3: Kesehatan yang Baik dan Sejahtera Melalui Penyuluhan dan Pelayanan Kesehatan Gigi Gratis di SDN 22 Maros

Di beberapa sudut permukiman, tumpukan sampah ditemukan di lorong-lorong sempit yang tidak terjangkau kendaraan pengangkut. Akhirnya, sampah yang ditumpuk ini sering kali tidak segera diangkut, menyebabkan bau busuk, mengundang lalat dan tikus, serta meningkatkan risiko penyebaran penyakit. Beberapa warga bahkan mengeluhkan bahwa ketika hujan turun dan terjadi banjir, sampah-sampah yang dibuang sembarangan ikut terbawa arus air. Saat banjir surut, sampah tersebut berserakan di berbagai sudut jalan. Kondisi ini diperparah dengan adanya saluran air yang tersumbat oleh sampah, sehingga memperparah risiko banjir.

Warga mengeluhkan ketidakmerataan layanan pengangkutan sampah yang menyebabkan tumpukan sampah di beberapa titik. Sebagian besar warga harus mencari alternatif sendiri untuk membuang sampah mereka karena tidak ada jadwal tetap dari petugas kebersihan. “Permasalahan pengelolaan sampah di RW 5 Bira telah berlangsung cukup lama,” ungkap salah satu warga saat diwawancarai. Berdasarkan pengalaman beberapa warga sendiri, sebelumnya mereka meletakkan sampah di depan rumah, namun hingga sehari dua hari berlalu petugas tak kunjung datang, hingga mereka mau tak mau harus memilih untuk mengolah sampah mereka dan hal tersebut akhirnya berlanjut hingga sekarang. “Padahal sampah nyaris tidak pernah diambil, tapi petugas tetap datang untuk menagih uang. Makanya saya sudah ada beberapa tahun mengolah sampah saya sendiri,” tambah warga tersebut.

Warga lainnya mengeluhkan dampak dari tumpukan sampah yang semakin memburuk, terutama saat hujan. “Setiap kali hujan deras, sampah yang dibuang sembarangan terbawa arus dan menyumbat saluran. Setelah air surut, lingkungan rumah menjadi kotor karena sampah,” katanya.  Ketimpangan dalam pengangkutan sampah ini tentu dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan kesehatan bagi warga. Pembakaran sampah secara mandiri menghasilkan asap beracun yang mengganggu pernapasan dan berisiko memicu penyakit seperti asma serta infeksi saluran pernapasan. Di sisi lain, sampah yang menumpuk di lapangan terbuka atau saluran air memperburuk kebersihan lingkungan dan meningkatkan potensi penyebaran wabah penyakit akibat meningkatnya populasi lalat, tikus, dan nyamuk. Selain itu, banjir yang disebabkan oleh saluran air yang tersumbat sampah semakin memperparah kondisi ini. Air banjir yang tercampur sampah menciptakan lingkungan yang lebih kotor, dan setelah banjir surut, warga harus membersihkan sisa-sisa sampah yang berserakan di jalan serta pekarangan rumah warga.

Baca Juga  Tim Pengabdian Masyarakat Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM Unhas memberikan Edukasi kepada Kelompok Remaja Aktif Cegah Anemia untuk Meningkatkan Kesadaran Konsumsi Tablet Tambah Darah di SMAN 11 Maros

Penyebab utama masalah ini antara lain kurangnya armada pengangkut sampah, infrastruktur jalan yang sulit diakses juga menjadi kendala bagi petugas untuk menjangkau seluruh wilayah RW 5 Bira. Kurangnya komunikasi yang efektif dan sinkronisasi dalam penjadwalan pengangkutan sampah membuat proses pembersihan menjadi tidak efisien dan seringkali tertunda, serta kurangnya kesadaran warga dalam mengelola sampah dengan benar. Infrastruktur jalan yang sulit diakses juga menjadi kendala bagi petugas untuk menjangkau seluruh wilayah RW 5 Bira.

Masalah pengelolaan sampah di RW 5 Bira tidak hanya berdampak pada kebersihan lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan warga. Tumpukan sampah yang tidak terangkut meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular seperti diare, demam berdarah, dan infeksi saluran pernapasan. Pembakaran sampah secara mandiri menghasilkan asap beracun yang membahayakan kesehatan pernapasan, sementara banjir akibat saluran air tersumbat sampah memperparah risiko penyakit seperti leptospirosis dan infeksi kulit. Masalah ini sangat relevan dengan SDGs no. 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera), khususnya dalam upaya mengurangi dampak lingkungan terhadap kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan memperbaiki sistem pengelolaan sampah, pemerintah dan masyarakat dapat berkontribusi pada pencapaian SDGs 3 dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi warga.

 

 

 

Share :

Baca Juga

Uncategorized

Cegah Stunting dan Tingkatkan Kesadaran Gizi, Mahasiswa PBL FKM Unhas Adakan Kegiatan “CANTIK” (Cegah Stunting, Tumbuhkan Anak Ibu Kuat)

Uncategorized

Luncurkan Program Pemilahan Sampah, Upaya FKM Unhas Dukung Pencapaian Agenda SDGs

Uncategorized

FKM Unhas Edukasi Ibu Rumah Tangga: Pilih Wadah Plastik yang Aman untuk Keluarga

Uncategorized

TRANSFORMASI SAMPAH DI SMPN 5 TAMALATEA MELALUI PROGRAM SABER (SAMPAH JADI BERKAH) YANG DILAKUKAN MAHASISWA PBL UNHAS DI JENEPONTO

Uncategorized

Mahasiswa FKM UNHAS Tingkatkan Wawasan Global di Universiti Putra Malaysia

Uncategorized

Tim GEMPAS Universitas Hasanuddin Sukses Sosialisasikan Pangan Aman dan Bergizi dan Sehat di SDN 35 Bontosunggu

Uncategorized

Posko 30 PBL II FKM Unhas Edukasi Ibu Hamil dan Baduta dalam Program “Bontotangnga Bergerak Cegah Stunting

Uncategorized

Cegah Stunting Sejak Dini: Penyuluhan Gizi Seimbang bagi Ibu Hamil di Kelurahan Tonrokassi Bara