Dalam gelapnya pergaulan remaja di di kota-kota besar, pergaulan bebas sudah menjadi hal yang tabu di negara kita. Hal ini semakin sering terjadi di Indonesia karena remaja lebih mudah terpengaruh dengan westernisasi ketimbang melakukan modernisasi dalam hal teknologi, pendidikan, dan budaya sehingga hal ini semakin marak di Indonesia. Pergaulan bebas pada anak masa kini sangat berbahaya bagi generasi Indonesia, dan permasalahan HIV/AIDS menjadi momok yang menakutkan bagi generasi bangsa Indonesia.
Dalam bayang-bayang kesehatan global, penyebaran kasus HIV/AIDS merupakan tantangan yang serius, dan mayoritas penderita HIV/AIDS di era ini didominasi oleh remaja perempuan dan ibu rumah tangga. Menurut data Kementerian Kesehatan, pravelensi HIV/AIDS lebih dari 6,5 juta perempuan di Indonesia menjadi populasi rawan tertular, ibu rumah tangga yang terinveksi HIV mencapai 35%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lain seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).
Dampak HIV/AIDS yang luas dan sering kali merusak, penyakit ini tidak hanya berdampak pada kondisi fisik seseorang, namun juga memerlukan perhatian pada aspek psikologis dan sosial. Dalam jangka panjang, penderita HIV/AIDS seringkali berakhir dengan kematian, dari segi sosial kemasyarakatan, penderita HIV/AIDS rentan terhadap diskriminasi sosial karena penderita HIV/AIDS dianggap memiliki perilaku amoral dan masyarakat menganggap bahwa HIV/AIDS merupakan penyakit menular berbahaya.
Tantangan dalam penanganan HIV/AIDS antara lain terbatasnya akses terhadap fasilitas kesehatan dan informasi terkait HIV/AIDS, mahalnya biaya, rendahnya pendidikan dan kesadaran, kesetaraan gender, perilaku berisiko dan stigma sosial sebagai label sosial menyimpang yang memaksa individu untuk memandang diri mereka sendiri dan orang lain sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak dapat dipercaya.
Dalam hal ini, peningkatan pengetauan kepada para remaja bisa dilakukan dengan cara melibatkan teman seusianya. Salah satu metode yang efektif untuk peningkatan pengetahuan di kalangan remaja adalah Peer Education. Pembelajaran Peer Education/peer group learning dibuat dalam satu kelompok belajarnya sehingga siswa akan terus termotivasi untuk berinteraksi dari awal sampai akhir kegiatan.
Dalam melakukan peer education siswa akan banyak berinteraksi dengan teman dalam kelompoknya untuk membahas mengenai pencegahan HIV-AIDS secara leluasa, sehingga harapannya adalah siswa tidak menganggap bahwa jika mereka mendiskusikan mengenai HIV/AIDS adalah bukan merupakan suatu hal yang tabu atau tidak wajar di kalangan teman-temannya.
Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengetahuan siswa remaja mengenai pencegahan HIV/AIDS melalui metode peer education, sehingga siswa atau remaja dapat mengaplikasikan 10 pencegahan HIV/AIDS yang sesuai dengan pengetahuan yang sudah mereka dapatkan.
Oleh karena itu, melalui kolaborasi global, remaja harus meningkatkan suatu kesadaran akan pentingnya tes HIV/AIDS secara rutin, pemberian pengobatan antiretroviral yang efektif, dan bekerja sama untuk mempromosikan perilaku seksual yang aman merupakan langkah-langkah penting dalam upaya global untuk mengendalikan penyebaran virus ini. Dalam hal ini remaja bisa membentuk masa depan di mana HIV/AIDS tidak lagi menjadi beban yang menimpa kita, namun menjadi kenangan perjuangan manusia yang menunjukkan ketangguhan, empati dan kemajuan dalam menjaga kesehatan serta martabat setiap orang.