Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke jenjang dewasa. Rentang usia ini adalah puncak energi dan ribuan emosi bergejolak dengan hebatnya. Namun tidak dapat dipungkiri dengan adanya perkembangan zaman, masa remaja sudah tidak dapat digambarkan seindah dulu lagi. Kepribadian remaja yang cenderung labil dan sensitif, mendorong mereka untuk berperilaku sesuai keinginannya tanpa memikirkan risiko yang mungkin timbul di kemudian hari.
Remaja juga sering mengikuti tren dan mengikuti apa yang dilakukan oleh temannya. Hal ini merupakan bagian saat remaja mencoba untuk menegaskan dirinya sebagai individu atau anggota kelompok sosial tertentu. Tak jarang kelompok yang lebih tinggi mengekspresikan identitasnya sebagai sebuah kelompok atau sebagai individu dengan cara yang negaitf, misalnya saja melalui kekerasan, baik itu kekerasan fisik maupun verbal. Kekerasan seringkali diwujudkan pada remaja, dan pada masa ini seringkali melalui perilaku perundungan atau lebih sering disebut dengan bullying.
Kasus bullying terjadi karena faktor verbal dan nonverbal. Verbal merupakan kasus senioritas atau intimidasi seseorang terhadap orang lain yang cenderung pendiam atau pemalu. Sedangkan nonverbal berarti menggunakan teknologi yang ada, termasuk penggunaan media sosial. Penggunaan media sosial dapat menjadi pusat perundungan pada masa ini. Pelaku akan mengirim pesan kejam atau mengunggah foto orang lain sebagai upaya untuk mengintimidasi dan merusak reputasi mereka. Korban akan merasa sakit hati dan juga malu, sedangkan pelaku akan merasa puas dan bahagia karena tujuannya telah tercapai. Perundungan menggunakan sosial media adalah perilaku yang tak seharusnya dan disebabkan oleh penggunaan teknologi informasi secara sengaja untuk menyakiti, melukai, atau melecehkan orang lain dan dapat terjadi secara terus menerus.
Perundungan di media sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor. Fator pertama adalah faktor internal, yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang berupa intimidasi terhadap orang lain atas inisiatif sendiri. Faktor kedua yaitu faktor eksternal, seperli lingkungan, teknologi, dan juga organisasi. Faktor ketiga adalah kurangnya perlindungan digital bagi setiap individu, sehingga akun yang terekspos sangat rentan terhadap serangan orang lain di media sosial.
Di Indonesia, sangat sedikit kasus perundungan di media sosial yang terungkap karena tidak semua korban mau menceritakannya kepada teman, orang tua, atau gurunya. Pada saat yang sama, perundungan di media sosial mempunyai dampak negatif tidak hanya pada korbannya tetapi juga pada pelakunya. Akibat dari hal tersebut, korban mengaku merasa sedih, cemas, takut, hingga tidak bisa konsentrasi di sekolah. Survei Penetrasi Internet dan Perilaku Pengguna Internet di Indonesia tahun 2018 yang diterbitkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa 49% pengguna Internet pernah mengalami perundungan dalam bentuk perundungan, ejekan, atau pelecehan di media sosial.
Jika korban perundungan terus menerus mengalami hal yang sama, maka akan menurunkan rasa percaya diri dan seluruh aspek kehidupan sosial pribadinya. Semakin besar intensitas perundungan, semakin rendah rasa percaya diri individu; semakin rendah risikonya, semakin tinggi rasa percaya diri. Rasa percaya diri penting bagi korban perundungan di media sosial untuk membentuk identitasnya. Rasa percaya diri merupakan modal penting bagi pengembangan realisasi diri. Orang yang memahami dirinya sendiri akan meningkatkan rasa percaya dirinya. Indikator yang diperlukan untuk meningkatkan rasa percaya diri bagi korban perundungan adalah penilaian diri, seperti penilaian diri yang obyektif, penilaian diri pribadi, berpikir positif, penggunaan kata-kata bahasa yang bijak, percaya diri dan keberanian mengambil risiko.
Faktor internal dalam membentuk kepercayaan diri merupakan modal terpenting dalam melawan perundungan, namun kesadaran untuk berperilaku positif dan berperilaku baik pada sesama juga merupakan modal awal yang semestinya dimiliki oleh masing-masing individu. Dengan perkembangan tenologi, tidak semestinya mempengaruhi cara pandang manusia untuk memanusiakan manusia dengan semestinya. Peran moral perlu ditingkatkan lagi seiring perkembangan zaman pengetahuan yang tak terbatas. Dengan keselarasan antara moral dan akal, kemungkinan untuk mencapai masa depan yang maju dan semakin baik tidak mustahil untuk diraih.