Zina adalah istilah dalam yang merujuk pada perbuatan hubungan seksual di luar nikah. Zina atau bisa disebut seks bebas juga merupakan aktivitas seksual tanpa ikatan pernikahan, one-night stand, dan kegiatan seksual tanpa komitmen romantis atau jangka panjang. Fenomena seks bebas di kalangan remaja kini menjadi perhatian dan sorotan masyarakat. Berbagai perilaku yang dianggap tabu terus meningkat, mengejutkan banyak pihak yang prihatin akan dampaknya.
Hasto Wardoyo, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengungkapkan kepada wartawan dalam konferensi pers di Blitar pada tanggal 22 Agustus 2003, bahwa perilaku seks bebas di kalangan remaja usia belasan tahun semakin menyebar. Ternyata, sekitar 20% remaja berusia 14-15 tahun telah terlibat dalam aktivitas seksual. Pada kelompok usia 16-17 tahun, persentasenya mencapai 60%, sementara 20% sisanya terjadi pada usia 19-20 tahun.
Kejadian seks bebas remaja ini tidak terbatas pada satu lokasi tertentu, melainkan dapat ditemui di berbagai tempat, mulai dari sekolah, pusat perbelanjaan, hingga area publik lainnya. Ini menciptakan kekhawatiran bahwa masalah ini tidak terbatas pada kelompok tertentu atau wilayah tertentu.
Masalah seks bebas di luar nikah menciptakan tantangan terhadap struktur keluarga dan nilai-nilai moral dalam masyarakat. Terlibatnya remaja dalam hubungan seksual tanpa komitmen dapat merusak norma sosial yang mengatur hubungan dan keberlanjutan keluarga. Remaja yang tidak memikirkan dampak jangka panjang dan dibutakan oleh kebebasan pergaulan dapat menyebabkan kehamilan yang “tidak diinginkan”.
“Akhirnya, apa yang terjadi? Banyak hubungan seks di luar pernikahan. Konsekuensinya? Banyak yang mencari dispensasi nikah. Mayoritas dari mereka yang mencari izin nikah melakukannya karena hamil sebelum menikah,” ujarnya.
Hasto menyebutkan fenomena aktivitas seksual remaja ini dikarenakan kurangnya pengawasan dan pendidikan seksual dari orang tua, rendahnya tingkat pemahaman tentang nilai-nilai moral, serta pengaruh teman sebaya menjadi faktor utama di balik keterlibatan mereka.
“Pendidikan seks di Indonesia masih tergolong rendah karena dianggap sebagai topik yang tabu. Usaha kita untuk memberikan pendidikan seks yang komprehensif masih dihadapkan pada berbagai kendala. Akibatnya, tingginya permintaan dispensasi nikah tidak hanya terjadi di Jawa Timur, melainkan terjadi di berbagai wilayah juga.”
Hasto, yang juga merupakan spesialisasi sebagai dokter kandungan, menguraikan bahwa pendidikan seksualitas bukan hanya tentang memberikan pengetahuan terkait hubungan seksual, tetapi lebih fokus pada pengenalan terhadap alat reproduksi, fungsi-fungsinya, serta cara menjaga dan merawatnya sebagai langkah pencegahan penyakit yang mungkin muncul, baik pada perempuan maupun laki-laki pada periode tertentu.
Sehingga untuk saat ini BKKBN terus mendorong adanya pendidikan seksualitas secara komprehensif sebagai upaya pencegahan perilaku seks bebas yang mengakibatkan hamil yang tidak diinginkan dan pernikahan dini remaja.
Hasto menyampaikan, “Dengan maksud itu, melalui Program Generasi Berencana atau GenRe, BKKBN berupaya memberikan edukasi seks melalui pendekatan generasi sebaya. Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur berhasil menjalin kerjasama lintas sektor dalam membimbing remaja. Mereka memberikan dukungan terhadap kegiatan positif remaja dan bersama-sama remaja mengembangkan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka melalui Insan GenRe.”
Hasto menjelaskan bahwa GenRe merupakan program yang dikembangkan oleh BKKBN dengan sasaran kelompok remaja berusia 10-24 tahun yang belum menikah. Program ini mencakup siswa SMP, SMA, hingga mahasiswa/mahasiswi yang belum menjalani ikatan pernikahan. Dengan demikian, GenRe bertujuan untuk memberikan pendidikan seksual yang lebih terfokus dan relevan bagi kelompok usia tersebut.