Dalam gelapnya kehidupan kampus, terdapat lorong-lorong kejiwaan yang yang jarang terekspos. Di sini, kita memulai perjalanan melalui kata-kata yang merinci kehidupan mahasiswa, melewati sudut-sudut pikir mereka yang sering tersembunyi dalam senyuman tipis. Melalui cerita-cerita ini, kita meretas pikiran mereka yang penuh tanda tanya, mengungkap lapisan perasaan yang seringkali terabaikan. Menelusuri kedalaman psikologis mahasiswa bukan untuk menyerah pada kegelapan, tetapi untuk menyalakan obor harapan. Menciptakan narasi yang memahami, menginspirasi, dan menciptakan pemahaman bersama tentang kompleksitas jiwa di antara buku-buku dan padat nya jadwal kuliah.
Dalam ruangan kecil bergelimang buku, mata mahasiswa bersinar pucat oleh layar laptop. Derasnya deadline tugas membuat jantungnya berdegup seirama dengan ketukan keyboard yang tak henti. Ketika seseorang menghadapi masalah, mereka memiliki dua opsi yaitu yang pertama mengatasi permasalahan dengan pendekatan positif dan kedua yaitu memilih jalur negatif, seperti misalnya percobaan bunuh diri. Fenomena ini sering muncul di berbagai tempat di belahan dunia dan erat kaitannya dengan aspek psikologis serta proses pengambilan keputusan. Di Indonesia sendiri, sudah banyak kasus mahasiswa yang melakukan tindakan bunuh diri. Sebagai contoh seorang mahasiswa semester 5 dari Fakultas Teknik UGM ditemukan meninggal di kamar kost di kawasan Pogung, pada Sabtu (16/09/2023) petang. Dugaan kuat menyebutkan bahwa mahasiswa tersebut mengakhiri hidup, mengingat tidak ada tanda kekerasan setelah menjalani pemeriksaan visum di rumah sakit.
Selain mahasiswa UGM, kasus bunuh terjadi pada mahasiswa salah satu PTS di Yogyakarta yang berinisial FH. FH ditemukan meninggal di kamar kosnya. FH diduga merasakan tekanan depresi karena kesulitan menghadapi tugas akhirnya, sementara itu juga terdapat beban masalah keluarga yang memperberat situasinya. Pada kasus tindakan bunuh diri, faktor-faktor psikologis dapat berperan signifikan. Beberapa faktor tersebut meliputi gangguan mental, stres akademik, tekanan sosial, isolasi, dan perasaan tidak berdaya. Pada beberapa situasi bunuh diri, seringkali muncul gejolak emosional seperti kemarahan, kekecewaan, dan kepanikan, bahkan tanpa adanya diagnosis gangguan mental. Inilah yang mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Psikolog Klinis Kasandra Putranto menyebutkan bahwa beberapa tantangan yang dihadapi oleh mahasiswa, seperti kendala finansial, permasalahan dengan dosen, dinamika hubungan akademis, konflik persahabatan, masalah asmara, dan gangguan kesehatan, dapat berpotensi memicu resiko bunuh diri. Mereka yang memutuskan untuk bunuh diri beranggapan bahwa dengan mengakhiri hidup maka masalah-masalah tersebut akan selesai.
Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki pengalaman unik, dan penyebabnya dapat bervariasi. Intervensi profesional oleh ahli kesehatan mental, dukungan sosial, dan upaya pencegahan stres akademik dapat membantu mengurangi risiko tindakan tersebut. Mempertahankan komunikasi terbuka dan mendukung lingkungan yang inklusif juga merupakan langkah-langkah yang dapat diambil untuk membantu mahasiswa dalam mengatasi kesulitan psikologis.