Jeneponto, 26 Juni 2025 – Mahasiswa Posko 3 Praktik Belajar Lapangan (PBL) III Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (Unhas) telah melaksanakan evaluasi efektivitas edukasi pernikahan dini melalui permainan interaktif di Kelurahan Bulujaya, Kabupaten Jeneponto. Kegiatan ini, yang berlokasi di Aula Puskesmas Barana, dihadiri oleh kader kesehatan dari setiap lingkungan, menandai tindak lanjut dari program edukasi yang telah diberikan sebelumnya.
Dalam proses evaluasi, metode observasi digunakan untuk menilai kondisi media edukasi. Hasilnya menunjukkan bahwa media fisik permainan, termasuk ular tangga, dadu, dan kartu edukasi, berada dalam kondisi baik dan terawat, hanya sedikit berdebu. Namun, evaluasi juga mengungkap bahwa permainan ular tangga tersebut belum dimainkan oleh siswa dari SMP Negeri 3 Bangkala Barat dan SMK Negeri 5 Jeneponto. Diduga penyebab utamanya adalah kurangnya koordinasi antara kader kesehatan dengan pihak sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Kader Kesehatan Bulujaya, Dg. Nganda Abdul Kasim, yang menyatakan bahwa sekolah seringkali sibuk dengan kegiatan belajar dan tidak memiliki waktu untuk edukasi semacam ini.
Menanggapi temuan ini, Focus Group Discussion (FGD) segera dilakukan dengan para kader kesehatan. Melalui diskusi ini, disepakati solusi untuk menempatkan permainan edukasi di SMP Negeri 8 Bangkala Barat. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan bahwa SMP dan SMK tersebut masih berada dalam satu komite yang sama dan lokasi sekolah yang berdekatan, diharapkan dapat memfasilitasi penggunaan media edukasi secara lebih efektif.
Tingginya angka pernikahan dini di Bulujaya merupakan hambatan signifikan bagi pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Fenomena ini secara langsung menghambat SDG 5: Kesetaraan Gender, pernikahan anak kerap merenggut kesempatan perempuan untuk meraih potensi penuh mereka, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Dampak pernikahan dini juga terasa pada SDG 3: Kesehatan dan Kesejahteraan yang Baik, mengingat peningkatan risiko kesehatan reproduksi pada remaja serta kontribusinya pada masalah gizi seperti stunting. Lebih lanjut, pernikahan anak turut menghambat SDG 4: Pendidikan Berkualitas karena seringkali mengakibatkan putus sekolah, dan secara lebih luas, praktik juga melanggengkan siklus kemiskinan dan diskriminasi, sehingga berdampak negatif pada pencapaian SDG 10: Pengurangan Ketimpangan.
Evaluasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa meskipun media edukasi tersedia dan siap digunakan, pemanfaatannya belum optimal karena kendala koordinasi. Kondisi yang berdampak langsung pada efektivitas upaya pencegahan pernikahan dini, yang berkontribusi program terhadap pencapaian SDG 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan yang Baik), SDG 4 (Pendidikan Berkualitas), SDG 5 (Kesetaraan Gender), dan SDG 10 (Pengurangan Ketimpangan) masih terhambat. Sebagai langkah tindak lanjut untuk mengatasi tantangan ini dan meningkatkan dampak program, telah disepakati untuk memindahkan lokasi permainan edukasi. Harapannya, perubahan ini akan meningkatkan aksesibilitas dan penggunaan media, sehingga program dapat berkontribusi lebih efektif pada pencapaian target-target SDGs di Bulujaya.